Ia adalah seorang tokoh yang disegani di kalangan Tabi’in. Sebab ia merupakan ahli qira’at, memiliki pemahaman luas di bidang fikih, hadits dan dan ilmu pengetahuan. Iyas bin Mu’awiyah mengatakan bahwa ia tak pernah menjumpai seorang perempuan yang lebih mulia dibandingkan Hafsah binti Sirin.
Kecerdasannya ini bahkan melampaui saudara lelakinya, Muhammad Ibnu Sirin. Sampai-sampai, bila ada orang yang bertanya tentang Al-Qur’an, Ibnu Sirin akan menyuruh orang tersebut menemui Hafsah agar ia mendapatkan jawaban yang benar. Betapa tidak, Hafsah adalah seorang hafidzah. Ia telah menghafal dan menguasai bacaan Al-Qur’an pada usia 12 tahun.
Di samping karena kecerdasannya, Hafsah dikenal rajin beribadah. Saat siang hari, ketika sedang tidak haid dan bukan hari dilarang puasa, ia selalu berpuasa. Sedangkan saat malam, ia selalu menyalakan lampu dan shalat di musholanya. Ketika lampunya padam, ia nyalakan kembali lalu shalat hingga pagi menjelang. Sebuah riwayat bahkan mengatakan, Hafsah tinggal di dalam mushalanya selama 30 tahun dan hanya keluar ketika menunaikan hajat.
Selain Al-Qur’an, Hafsah juga mumpuni dalam ilmu hadits. Ia belajar dari Ummu Athiyah Al-Anshariyah, Anas bin Malik dan Ar-Rubab Ummu Ar-Ra’ih. Salah satu hadits yang disampaikannya adalah tentang hukum perempuan haid yang menghadiri dua hari raya.
Hafsah binti Sirin berkata, “Pada waktu Ummu Athiyyah datang, aku datang kepadanya lalu aku bertanya kepadanya, ‘Apakah Anda pernah mendengar Rasulullah mengenai masalah ini (yakni bolehnya kaum wanita keluar untuk menghadiri kebaikan yang diadakan oleh kaum Muslimin)?’”
Ummu Athiyyah berkata, “Semoga ayahku berkorban untuknya. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘(Hendaklah) wanita-wanita merdeka (anak-anak gadis) dan wanita-wanita pingitan atau anak-anak gadis pingitan dan wanita-wanita haid keluar (pada hari raya) untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin, dan orang yang haid supaya mengucilkan diri dari mushala’ (seorang perempuan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kalau salah seorang dari kami tidak mempunyai jilbab?’ Beliau menjawab, ‘Hendaklah sahabatnya berpartisipasi dengan mengenakan jilbabnya kepadanya’).”
Hafsah berkata, “Aku bertanya, bagaimana dengan wanita-wanita yang sedang haid?’ Jawabnya, ‘Bukankah wanita yang sedang haid juga hadir di Arafah, (menghadiri) ini dan (menghadiri) ini?’”
Dalam satu riwayat dari Hafsah, “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya, hingga kami suruh keluar juga anak-anak gadis dari pingitannya, hingga kami keluarkan wanita-wanita yang sedang haid, lalu mereka berada di belakang orang banyak, lantas bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa sebagaimana mereka berdoa karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu.”
Itulah Hafsah binti Sirin, kemilau dengan kecerdasan dan ketaatannya pada sang Khalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar