Selasa, 18 Juni 2013

Sabar itu Pada Benturan yang Pertama kali

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata : Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melewati seorang perempuan

yang tengah menangis di sisi kubur, maka beliau bersabda :
“Bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah!”
Perempuan itu berkata : “Menjauh kamu dariku, karena kamu tidak tertimpa seperti musibahku!”

Dia tidak mengenal beliau shalallahu’alaihi wa sallam. Kemudian dikatakan kepadanya bahwa orang itu adalah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, maka ia mendatangi pintu Nabi shalallahu’alaihi wa sallam akan tetapi tidak mendapati penjaga pintu di depannya lantas ia berkata:  “Saya tidak mengenal anda wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ اْلأُولَى

“Hanyalah kesabaran itu pada benturan yang pertama kali.” (Muttafaqun ‘alaih) [1]
Dalam sebuah riwayat Muslim : “Menangis karena putranya.”

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
Hal ini menunjukkan bahwa musibah yang menimpanya telah mencapai tingkatan yang amat berat. Maka Nabi shalallahu’alaihi wa sallam kemudian berpaling darinya. Kesabaran yang seseorang akan diberi pahala karenanya adalah bersabar ketika pertama kali mendapat musibah, inilah kesabaran. Adapun setelahnya, maka yang demikian ini mungkin sebagai sikap melupakan musibah dan menghibur diri sebagaimana yang dilakukan oleh binatang. Adapun kesabaran yang hakiki apabila seseorang tertimpa musibah, maka ia bersabar dan berharap pahala darinya. Sangatlah baik juga mengucapkan.
“Sesungguhnya kami adalah milik Alloh dan kepada-Nya kami akan kembali! Ya Alloh, berilah pahala dalam musibahku ini dan gantilah dengan yang lebih baik darinya.”
______________
note :
[1] Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhariy dan Al-Imam Muslim dalam shahih keduanya, dari shahabat yang sama & mempunyai sanad.
Maroji’ :
  1. al Qauluts Tsamiin min Qashashi Ibni ‘Utsaiminkarya Shalahuddin bin Mahmud As Sa’id edisi bahasa indonesia Lautan Hikmah dari Kisah-kisah Nyata & Berharga cetakan Buana Ilmu Islami.

Kamis, 30 Mei 2013

who am i?

Dalam sebuah pendakian, aku menemukan sebuah tanjakkan dan penurunan yang curam..
Dalam sebuah harapan, tersimpan keinginan yang dalam namun sulit untuk ditemukan sebuah titik temu

namun, aku adalah aku..
aku ingin menjadi diriku yang khas dan uniq, dimana aku adalah yang orang-orang mengenali siapa aku..

aku pasti bisa melalui sebuah jalan yang bersimpang 4 dan memilih, mana jalan yang benar- benar aku yakini...karena remot pengendali ada di tanganmu..

Ya Rabb, Tunjukilah kami jalan yang lurus..


NSH

dalam pencarian

Minggu, 12 Mei 2013

Hafsah binti Sirin Seorang Muslimah Paling Cerdas di Zamannya


pasirputih

Ia adalah seorang tokoh yang disegani di kalangan Tabi’in. Sebab ia merupakan ahli qira’at, memiliki pemahaman luas di bidang fikih, hadits dan dan ilmu pengetahuan. Iyas bin Mu’awiyah mengatakan bahwa ia tak pernah menjumpai seorang perempuan yang lebih mulia dibandingkan Hafsah binti Sirin.
Kecerdasannya ini bahkan melampaui saudara lelakinya, Muhammad Ibnu Sirin. Sampai-sampai, bila ada orang yang bertanya tentang Al-Qur’an, Ibnu Sirin akan menyuruh orang tersebut menemui Hafsah agar ia mendapatkan jawaban yang benar. Betapa tidak, Hafsah adalah seorang hafidzah. Ia telah menghafal dan menguasai bacaan Al-Qur’an pada usia 12 tahun.

Di samping karena kecerdasannya, Hafsah dikenal rajin beribadah. Saat siang hari, ketika sedang tidak haid dan bukan hari dilarang puasa, ia selalu berpuasa. Sedangkan saat malam, ia selalu menyalakan lampu dan shalat di musholanya. Ketika lampunya padam, ia nyalakan kembali lalu shalat hingga pagi menjelang. Sebuah riwayat bahkan mengatakan, Hafsah tinggal di dalam mushalanya selama 30 tahun dan hanya keluar ketika menunaikan hajat.

Selain Al-Qur’an, Hafsah juga mumpuni dalam ilmu hadits. Ia belajar dari Ummu Athiyah Al-Anshariyah, Anas bin Malik dan Ar-Rubab Ummu Ar-Ra’ih. Salah satu hadits yang disampaikannya adalah tentang hukum perempuan haid yang menghadiri dua hari raya.

Hafsah binti Sirin berkata, “Pada waktu Ummu Athiyyah datang, aku datang kepadanya lalu aku bertanya kepadanya, ‘Apakah Anda pernah mendengar Rasulullah mengenai masalah ini (yakni bolehnya kaum wanita keluar untuk menghadiri kebaikan yang diadakan oleh kaum Muslimin)?’”

Ummu Athiyyah berkata, “Semoga ayahku berkorban untuknya. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘(Hendaklah) wanita-wanita merdeka (anak-anak gadis) dan wanita-wanita pingitan atau anak-anak gadis pingitan dan wanita-wanita haid keluar (pada hari raya) untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin, dan orang yang haid supaya mengucilkan diri dari mushala’ (seorang perempuan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kalau salah seorang dari kami tidak mempunyai jilbab?’ Beliau menjawab, ‘Hendaklah sahabatnya berpartisipasi dengan mengenakan jilbabnya kepadanya’).”
Hafsah berkata, “Aku bertanya, bagaimana dengan wanita-wanita yang sedang haid?’ Jawabnya, ‘Bukankah wanita yang sedang haid juga hadir di Arafah, (menghadiri) ini dan (menghadiri) ini?’”

Dalam satu riwayat dari Hafsah, “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya, hingga kami suruh keluar juga anak-anak gadis dari pingitannya, hingga kami keluarkan wanita-wanita yang sedang haid, lalu mereka berada di belakang orang banyak, lantas bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa sebagaimana mereka berdoa karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu.”

Itulah Hafsah binti Sirin, kemilau dengan kecerdasan dan ketaatannya pada sang Khalik.

Bertaubat...


Allah SWT telah memberikan petunjuknya kepada kita, tentang bagaimana cara bertaubat yang benar, sehingga taubatnya itu diterima oleh Allah. Tapi sebelumnya perlu kita ketahui, taubat yang bagaimanakah yang diterima Allah? Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ : 17..

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dari ayat tersebut, Allah mengatakan bahwa taubat yang diterima disisi-Nya ialah taubat bagi orang yang melakukan kemaksiatan karena kejahilan/karena ketidaktahuaannya dan taubatnya itu dilakukan dengan segera, maksudnya setelah ia mengetahui kalau itu perbuatan dosa, ia langsung berhenti melakukan dosa itu dengan tidak menunda-nundanya, kemudian bertaubat dan mohon ampun kepada Allah. Taubat yang seperti itulah yang diterima Allah.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan bagi orang yang ingin bertaubat? Langkah-langkahnya adalah sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 53-58 dibawah ini


53. Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

54. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).

55. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,

56. supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ), 

57. atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa'.

58. Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab 'Kalau sekiranya aku dapat kemnbali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik'.

Dari petunjuk ayat tersebut, langkah-langkah yang harus kita lakukan apabila ingin bertaubat ialah :

1.jangan berputus asa dari Rahmat Allah, karena Allah itu Maha Pengampun

2.Orang yang bermaksiat sudah pasti orang itu sedang jauh dari Allah, maka dari itu Allah memerintahkan supaya kembali kepada-Nya dengan berserah diri, tunduk patuh terhadap Allah

3.Cara tunduk patuh terhadap Allah ialah dengan mengikuti sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadanya, maksudnya mengikuti Al-Quran, sekalipun dengan mengikuti al-quran itu bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan yang ia sukai

4. Allah memberikan petunjuknya ini supaya jangan ada penyesalan diakherat kelak, karena Allah itu Maha kasih sayang pada hamba-hambanya, kalau ingin menyesal ya didunia ini mumpung masih hidup dengan cara segera bertaubat kepada Allah dari kemaksiatan itu, dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya di dalam Al-Quran. Dan ditambah lagi berbuat kebaikan yang banyak, karena kebaikan itu bisa menutup keburukan yang pernah dilakukan.

Kamis, 25 April 2013

"THE BLACK RIDER" (KHAULAH AL AZWAR, wanita berkuda pembangkit SEMANGAT KAUM MUSLIMIN)


Duhai kesatria sang pejuang ISLAM

Laksana "MUTIARA yg bersinar" di tengah LUMPUR JAHILIYAH

Kita diibaratkan seperti BATU BATA yang akan MEMBANGUN PERADABAN “GENERASI TANGGUH”

AMARAH yang terkendali dan IDENTITAS kemuslimahanmu LAKSANA PERISAI keINDAHan KEPRIBADIANmu

 KETEPATAN berfikir dan keGESITan LANGKAHmu laksana pejuang sejati

Sepak terjangmu menyisakan kekaguman

Berbanggalah ibu yang melahirkanmu

Menjadi seorang mujahidAH TANGGUH PILIHAN ALLAH.

Hei, muslimah…tahukah kita ,bahwa kita adalah KUNCI KEBAIKAN bagi DIEN ISLAM ini??


adakah pengorbanan demi KEMULIAAN DIEN yg mulia INI..

adakah SLOGAN MOTIVASI kita, "HIDUP MULIA atau MATI SYAHID"?

adakah ALLAH sebagai TUJUAN kita, GHOYYATUl GHOYYAH yt RIDWANULLAH?

RASULULLAH TELADAN kita..?

ALQUR'AN PEDOMAN kita...?



DUHAI, KESATRIA seCEPAT KILAT..

KESATRIA "SETERANG" CAHAYA..

adakah kita seperti SOSOK SAHABIYAH??

                
                    (created by KHAULAH AL FATIH_M.E_)





_Sedikit INSPIRASI dari SAHABIYAH ,WANITA PEMBERANI dan KUAT sang PEMBANGKIT SEMANGAT KAUM MUSLIMIN._


                               ~KHAULAH AL AZWAR~



GADIS PEMBERANI...

SECEPAT KILATAN CAHAYA ....




Dikisahkan ketika Khalid bin Al-Walid mendekati medan perang dalam salah satu pertempuran di Ajnadin menghadapi bangsa Rowami dalam episode penaklukkan Damaskus, tiba-tiba ia melihat seorang prajurit penunggang kuda melesat melewatinya dari belakang dan berkuda menuju pasukan Romawi. Sebelum Khalid sempat menahannya, ia telah menghilang, Bertubuh langsing dan berpakaian hitam, penunggang kuda itu mengenakan pelindung di dadanya, bersenjatakan pedang dan tombak. Khalid melihat ia mengenakan sorban hijau dan selendang yang menutupi wajahnya sebagai cadar dan hanya matanya saja yang terlihat. Khalid tiba di medan perang bersamaan dia melihat penunggang kuda itu melemparkan dirinya kedalam pasukan Romawi dengan penuh kemarahan yang membuat semua yang hadir mengira bahwa ia dan kudanya gila. Rafi – pemimpin pasukan yang waktu itu menggantikan Dhirar yang ditawan oleh tentara Romawi - melihatnya sebelum melihat kedatangan Khalid dan berkata, ”Dia menyerang seperti Khalid, tetapi jelas dia bukan Khalid.” Kemudian Khalid bergabung dengan Rafi.

Khalid langsung menggambungkan kelompok Rafi dan pasukan berkuda yang dibawanya dan menyebarkannya dalam kombinasi kekuatan untuk berperang. Sementara itu penunggang bertopeng menunjukkan aksi berkuda dan penyerangan dengan tombaknya yang mendebarkan kaum Muslimin. Dia terus maju menyerang barisan depan pasukan Romawi dan membunuh seorang prajurit, lalu dia berkuda lagi kebagian depan yang lain dan menyerang prajurit di barisan depan, dan seterusnya. Beberapa orang prajurit Romawi maju untuk menghadangnya namun berhasil dijatuhkan dengan permainan tombaknya yang dashsyat. Kagum terhadap pemandangan yang menakjubkan tersebut, pasukan Muslimin masih belum dapat melihat siapa gerangan pejuang itu, kecuali bahwa dia adalah postur seorang anak muda dan sepasang mata yang tajam bercahaya di atas cadarnya. Sang penunggang kuda tampaknya hendak bunuh diri karena dengan pakaian dan tombak yang berlumuran darah dia kembali menyerang prajurit Romawi. Keberanian sang pejuang memberikan keberanian baru bagi kelompok Rafi (yang semua hampir terkalahkan sebelum kedatangan pasukan Khalid bin al-Walid), yang melupakan kelelahan mereka dan menyerbu ke medan perang dengan semangat baru yang tinggi ketika Khalid memerintahkan untuk menyerang.

Penunggang bercadar, yang kini diikuti oleh prajurit lainnya, melanjutkan pertempurannya dengan prajurit Romawi ketika seluruh pasukan kaum Muslimin menyerbu. Segera setelah serbuan umum itu, Khalid mendekat kepada sang penunggang dan bertanya, ”Wahai pejuang, tunjukkanlah wajahmu!” Sepasang mata hitam berkilat menatap Khalid sebelum berbalik dan kembali menyerang tentara Romawi. Kemudian beberapa orang tentara Khalid menyusulnya dan berkata kepadanya. ”Wahai pejuang yang mulia, komandanmu memanggilmu dan engkau pergi darinya! Tunjukkan kepada kami wajahmu dan sebutkan namamu agar engkau dapat dihormat selayaknyai.” Sang penunggang kuda kembali berbalik pergi seolah dengan sengaja merahasiakan identitas dirinya.

Ketika sang penunggang kuda kembali dari serangannya, dia melewati Khalid, yang menyuruhnya dengan tegas untuk berhenti. Dia menarik kudanya berhenti, Khalid melanjutkan: ”Engkau telah berbuat banyak yang memenuhi hati kami dengan kekaguman. Siapakah anda?”

Khalid hampir terjatuh dari kudanya ketika dia mendengarkan jawaban dari penunggang kuda bercadar, karena yang didengarnya adalah suara seorang gadis. ”Wahai komandan, bukannya aku enggan menjawab pertanyaan anda, hanya saja aku merasa malu, sebab anda seorang pemimpin yang agung, sedangkan aku adalah gadis pingitan. Sesungguhnya tiada lain yang mendorongku untuk melakukan hal seperti itu melainkan karena hatiku terbakar dan aku sangat sedih.

Khalid dibuat kagum kepada orang tua itu, Al-Azwar, yang menjadi ayah pejaung-pejuang pemberani, laki-laki dan perempuan. ”Kalau begitu bergabunglah bersama kami.”

Itulah dia, Khaulah binti Al-Azwar, seorang gadis pemberani, yang membuat kagum pasukan Muslimin dengan sepak terjangnya menyerang tentara Romawi. Kesedihan dan kemarahan akan berita ditawannya saudaranya tercinta, Dhirar bin al-Azwar, membuatnya tampil ke medan perang sebagai pejuang, dan tidak lagi berada di barisan belakang sebagai perawat prajurit yang terluka dan mengurus perbekalan sebagaimana yang dilakukan sebelumnya bersama para wanita yang ikut dalam peperangan.

Dikisahkan dalam perang Yarmuk, Khaulah, isteri Zubair, Ummu Hakim dan kaum wanita lainnya ikut terlibat di dalam peperangan. Dengan bersenjatakan tombak dan tiang-tiang tenda, mereka melawan setiap tentara musuh yang mendekat, dan membawakan air bagi pasukan muslimin yang terluka dan kehausan. Ia berteriak kepada kaumnya: ”Sebagian kalian jangan sampai terpisah dari lainnya. Jadilah seakan-akan satu lingkaran dan jangan berpencar karena itu akan menyebabkan kalian mudah dikuasai lalu akan terjadi perpecahan diantara kalian. Hancurkan tombak-tombak mereka, patahkan pedang-pedang mereka!”

Dia berperang dengan seorang tentara Romawi, namun lawannya adalah pemain pedang yang lebih baik dan berhasil memukul kepala Khaulah dengan pedangnya, dan akibatnya ia terjatuh dengan darah yang bersimbah membasahi kepalanya. Ketika pasukan Romawi dipukul mundur, dan wanita lainnya melihat tubuhnya tidak bergerak, ia menangis sedih dan bergegas mencari Dhirar untuk mengabarkan bahwa saudarinya tercita telah tiada. Namun Dhirar tidak dapat ditemu hingga malam tiba. Ketika ia kahirnya tiba di tempat saudarinya, Khaulah duduk dan tersenyum. Dia sungguh baik-baik saja!

Maraji:

1. "The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleed, His Life and Campaigns" oleh mantan Lieutenant-General A.I. Akram of the Pakistan Army, in October 1969.

2. “Dzatul Himmah” (Setinggi Cita Wanita Perindu Surga) oleh Isham bin Muhammad Asy-Syarif.

"JANGAN HALANGI AKU MEMBELA RASULULLAH" (Kisah MUSLIMAH SEJATI)









Hari itu Nusaibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nusaibah menebak, itu pasti tentara  musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. "Suamiku tersayang," Nusaibah berkata, "aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang."

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

"Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang...."


Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.

"Ibu, salam dari Rasulullah," berkata si penunggang kuda, "Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid..."

Nusaibah tertunduk sebentar, "*Inna lillah*....." gumamnya, "Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah."

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nusaibah memanggil Amar.  Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, "Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi.
Maukah engkau melihat ibumu bahagia?"

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

"Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi."

Mata amar bersinar-sinar. "Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah."

Putra Nusaibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. "Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur."

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. "Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu...."

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nusaibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, "Ada kabar apakah gerangan kiranya?" serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, "apakah
anakku gugur?"

Utusan itu menunduk sedih, "Betul...."

"*Inna lillah*...." Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis.

"Kau berduka, ya Ummu Amar?"

Nusaibah menggeleng kecil. "Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak."

Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, "Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani."

Nusaibah terperanjat. Ia memandangi putranya. "Kau tidak takut, nak?"

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, "Allahu akbar!"

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu kuduknya. "Hai utusan," ujarnya, "Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang."

Sang utusan mengerutkan keningnya. "Tapi engkau perempuan, ya Ibu...."

Nusaibah tersinggung, "Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?"

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu,  Rasulullah pun berkata dengan senyum. "Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan
mengangkat senjata. Untuk sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur."

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nusaibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu. Dinaiki kudanya. Lantas bagai
singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nusaibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas'ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera  mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas'ud mengenalinya,

"Istri Said-kah engkau?"

Nusaibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, "bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah beliau?"

"Beliau tidak kurang suatu apapun..."

"Engkau Ibnu Mas'ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku...."

"Engkau masih luka parah, Nusaibah...."

"Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah?"

Terpaksa Ibnu Mas'ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.
 
Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, "Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa."

Ratu Bilqis atau Cinderella Teladan Muslimah?

 

Sosoknya kini tak lagi banyak dikenal orang. Meski kiprahnya di dunia modeling dan akting membuatnya populer dan kaya, petunjuk Allah SWT lebih dipilihnya untuk menjalani hidup sesuai dengan fitrah sebagai manusia.

Dulu untuk mendapatkan sebuah mobil Mercy atau rumah mewah di kawasan elit bukan sebuah perkara sulit baginya. Kontrak membintangi iklan atau sinetron bernilai miliaran rupiah lebih dari cukup untuk membiayai gaya hidup high class-nya. Kini demi mempertahankan jilbab dan penutup wajahnya, ia harus bekerja keras menjajakan dagangannya. Mulai dari obat-obatan herbal, pakaian Muslim hingga aneka gorengan. Semuanya untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan kedua anaknya yang harus bersekolah. Namun, ia bangga dan ia dapat tetap membiayai kedua anaknya dari keuntungan berdagang dan pertolongan Allah SWT yang seringkali tak disangka-sangkanya.

Hidup sebagai Muslimah sejati seringkali memang tak sesuai dengan keinginan. Apalagi impian kehidupan yang diamini banyak orang sebagai kehidupan yang ideal. Cita-cita sebagian besar perempuan untuk mendapatkan pendamping hidup yang rupawan, baik hati, dan berkantong tebal seringkali tersandung kenyataan bahwa orang yang ada di sisi dan kehidupan yang dijalani bukanlah seperti yang selama ini jadi harapan. Apalagi hidup dengan berpegang teguh pada tuntunan Allah SWT dan Rasulullah SAW tentu akan lebih banyak membawa kita pada realita bahwa hidup yang kita jalani tidaklah seindah cerita Cinderella.
…Cinderella, tokoh kartun rekaan Walt Disney, dikonsumsi oleh anak perempuan di seluruh dunia, menjadi sebuah trendsetter yang mewarnai mimpi mayoritas seluruh gadis kecil…
Cinderella, tokoh kartun rekaan Walt Disney tersebut, menjalani hidup penuh derita setelah kehidupannya sebagai seorang puteri bangsawan harus berakhir ketika ia memiliki ibu tiri dan dua orang saudara tiri. Namun, hidup penuh nestapa tersebut kemudian disudahi oleh seorang pangeran rupawan menjemputnya. Mengangkatnya dari kubangan hidup yang penuh derita dan miskin, pada kehidupan sebagai seorang puteri kerajaan yang penuh kemewahan dan romantis.
Kisah yang dikonsumsi oleh hampir seluruh anak perempuan di seluruh dunia ini, menjadi sebuah trendsetter yang mewarnai mimpi mayoritas seluruh gadis kecil. Belum lagi cerita-cerita Barbie yang laris manis di kalangan anak-anak perempuan, sungguh, merupakan penjajahan pikir generasi Muslimah. Sehingga, lebih banyak Muslimah yang ketika beranjak dewasa lupa, kehidupan yang akan mereka jalani adalah sebuah realita hidup yang nyata. Realita yang butuh kerja keras dan pengorbanan dengan tujuan yang jelas, mendapatkan ridha Allah Robbul ‘Alamiin.
Bila kemudian, hidup ternyata harus dijalani dengan kekurangan, kerja keras, bahkan pengorbanan sebagai sebuah harga untuk kebahagiaan sebagai seorang Mu’min, maka itulah hal yang seharusnya kita banggakan. Bangga sebagai seorang “Cinderella” yang dijemput Allah SWT untuk hidup dalam kerajaan iman, dalam ketenangan dan kemewahan perjuangan yang sarat petunjuk-Nya.
…Dengan kecerdasannya pula, Balqis, ratu Saba yang sebelumnya menyembah matahari kemudian tunduk beriman kepada Allah SWT…
Tengoklah kisah Ratu Balqis yang bahkan melebihi seorang Cinderella. Di seorang ratu, penguasa, pemimpin rakyatnya yang juga sangat bijaksana. Dengan akal yang tajam dan kewibawaannya, ia memimpin rapat dengan para pembesar negerinya dan memutuskan hal besar yang akan mengubah wajah negerinya setelah surat dari Nabi Sulaiman AS tiba di tangannya. Kecerdikan dan kewibawaannya terukir dalam surat An-Naml ayat 34-35:

Dia berkata, ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki sebuah negeri, niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina, demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan utusan kepada mereka dengan membawa hadiah dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali utusanku.’”

Dengan cara mengirimkan hadiah, Balqis mengukur kemuliaan Nabi Sulaiman AS dan dengan kecerdasannya pula, Balqis, ratu Saba yang sebelumnya menyembah matahari kemudian tunduk beriman kepada Allah SWT.

Demikian pulalah seharusnya, setiap kaum Muslimah mengoptimalkan segenap potensi yang dimilikinya untuk mendekat pada ridha Tuhannya. Dalam porsi apapun kini kita dikaruniai Allah dalam menjalani hidup, maka di sanalah tempat kita untuk mencemerlangkan jati diri kita sebagai seorang Muslimah. Dengan standar Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan keridhaan-Nya, kemuliaan yang kita miliki tentu bukan hanya dalam ukuran duniawi tetapi juga jaminan kehidupan di surga nanti. [‘Aliya/voa-islam.com]

Sebuah Mahar Mulia

Setiap wanita pastilah memiliki mimpi yang indah bagi kehidupan pernikahannya. dan ketika gerbang pernikahan telah di depan mata, pastilah juga akan banyak hal yang dipersiapkan. Salah satunya adalah tentang mahar yang akan diterima sang wanita dari calon suami mereka.

Telah banyak kita mendengar, tentang kenyataan yang beredar di luaran, tentang besarnya jumlah permintaan mahar dari sang calon istri. Seolah-olah tergambar bahwa menikah itu sangat mahal dan sulit dilakukan.

Saudariku yang dirahmati Allah...

Sudahkah sampai kepada kita tentang kisah Rumaisha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar Al-Anshariyah Al-Khazrajiyah, atau yang dikenal dengan nama Ummu Sulaim?

Beliau adalah salah satu wanita muslimah yang teguh dan setia di atas keislamannya. Telah terukir dalam hati beliau keterikatan hati kepada Islam, dan  lebih kuat daripada keterikatan hatinya terhadap kenikmatan dunia.
Bahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari kalangan Anshar yang telah teruji keimanannya dan konsistensinya di dalam Islam.

Abu Thalhah, seorang yang kafir, namun sangat tertarik kepada beliau, karena Kesabaran dan ketabahannya menghadapi cobaan. selanjutnya, Abu Thalhah pun melamar beliau dengan tawaran mahar yang tinggi.
Namun, Ummu Sulaim menyatakan ketidaktertarikannya terhadap semua harta dunia itu.
Beliau berkata, “Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.” (HR. An-Nasa’i).

Akhirnya menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah dengan mahar yang teramat mulia, yaitu Islam.
Kisah ini membuktikan betapa kemuliaan Ummu Sulaim yang menjadikan iman dan islam lebih tinggi kedudukannya dari pada hanya sekedar permintaan harta dunia kepada suaminya.

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda, “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Hr. Nasa’i).

Subhanallah....

Saudariku yang dirahmati Allah, memang mahar adalah pemberian yang diberikan oleh suami kepada kita sebagai istri dengan sebab pernikahan.
Namun alangkah baiknya jika hal tersebut tidak memberatkan dan menambah beban beliau sebagai suami kita.
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah melarang kita untuk bermahal-mahal dalam mahar? Sabda beliau “Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” (HR. Ahmad) dan “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Abu Dawud)

Semoga kisah wanita mulia diatas bisa menjadi contoh teladan bagi kita semua dan meluruskan pandangan kita yang mungkin keliru dalam memaknai mahar. Dan semoga Ummu Sulaim sang wanita mulia tersebut, memotivasi kita agar belajar untuk lebih konsisten dengan keislaman kita. Aamiin.

(Syahidah/voa-islam.com)

Jadi Mother Jangan Keder

Menjadi ibu, bukanlah hal yang sederhana namun sungguh sangat mulia. Ibu seringkali dipilih untuk menjadi itu tempat sandaran dan penerima curahan hati anak- anaknya, termasuk suaminya.
Siapapun tak bisa memungkiri bahwa pada kenyataannya ibulah juga yang mengambil jatah yang besar dalam pembentukan dan perbaikan pribadi sebuah generasi serta keberlangsungan kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga.

Robert Blum, MD, PhD, Seorang peneliti, dan direktur Pusat Kesehatan dan Perkembangan Remaja University of Minnesota seperti dilansir WebMD, menjelaskan bahwa, anak- anak remaja laki-laki yang merasa dekat dengan ibu mereka serta menganggapnya sebagai sosok yang hangat dan peduli lebih mungkin menunda berhubungan seks. Dan remaja perempuan yang ibunya sering berbicara dengan orangtua teman-temannya lebih kecil kemungkinannya melakukan hubungan seks di usia dini.

Itu baru salah satu contoh tentang begitu besarnya peran ibu dijaman modern ini sebagai "penjaga gawang" masa muda anak- anak mereka.

Sejarah juga telah mengukir kisah tentang peran para ibu sebagai penulis dari masa keemasan tokoh- tokoh besar dunia.
Tersebutlah Khansa Tamadhir binti Amr, seorang ibu yang mengumpulkan keempat putranya untuk memberikan pengarahan kepada mereka dan mengobarkan semangat kepada mereka untuk berperang dan agar mereka tidak lari dari peperangan serta agar mereka mengharapkan syahid di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan ketika berita tentang kematian anak-anaknya sampai kepadanya, wanita beriman ini sama sekali tidak bersedih hati apalagi meratap. Bahkan kalimat beliau dalam menanggapi semua itu, telah dicatat oleh masa,

"Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Aku berharap pahala dari Rabb-ku semoga Ia mengumpulkanku bersama mereka di tempat yang penuh kasih sayang-Nya (surga)".

Bahkan Umar bin Khathab pun mengakui keutamaan Khansa' sebagai ibu dari para syuhada.

Sungguh, peran seorang ibu sangatlah luar biasa dibalik kelemahan dan keterbatasannya sebagai seorang wanita.

Dan dijaman modern ini, dimana tuntutan dalam segala hal terasa semakin mendesak, bahkan tak jarang hal ini tidak memberi jeda para ibu untuk sekedar memikirkan keadaan dan pengutamaan diri mereka sendiri.
Sebagai contoh, hanya untuk sekedar tentang badan sendiripun para ibu banyak yang harus mengucapkan selamat tinggal kepada lingkar pinggang, salon dan atau jalan- jalan. Dan lagi- lagi, kebutuhan dan kebahagiaan keluarga adalah selalu menjadi proritas nomor satu untuk dilakukan.

Namun hal itu bukanlah hal yang menyedihkan, tapi justru pelajaran hidup yang sangat berharga. Menjadi ibu memanglah penuh dengan konsekuensi, serta tanggung jawab.
Maka dari itu, sudah selayaknya seorang wanita mengedepankan keikhlasan dalam menjalani semua itu. Karena percayalah, dalam beratnya pelaksanaan sebuah kewajiban yang besar, akan ada imbalan yang tidak kecil, dari sang Maha menciptakan.

Jadi, memanglah benar adanya bila ada kalimat yang mengatakan bahwa "Jika ada surga di dunia, maka itu adalah memiliki seorang ibu yang penyayang, serta sangat pengertian dan telaten merawat keluarganya. Tetapi jika ada neraka di dunia itulah gambaran dari memiliki seorang ibu yang berakhlak buruk kejam dan acuh dan tidak tangguh dalam membawa keluarganya menjadi lebih baik."

Wahai Para ibu, menjadi tangguhlah dalam keluarga, maka kau akan ternilai oleh Allah sebagai wanita yang mulia. Insyaallah...

Agar Hidup Makin Berarti di Usia Senja

Siapapun yang melihat sosoknya pasti akan berdecak kagum. Bagaimana tidak, di usianya yang hampir mendekati enam puluh tahun, dia masih setia mendatangi satu demi satu kelompok pengajian yang dibinanya. Setiap hari. Tak jarang, jarak tempuhnya cukup jauh. Semua jarak itu ia tempuh dengan bersepeda motor.
Ketika ditanya apa yang membuatnya tetap setia menjalani itu semua  –terlebih dengan kondisinya yang telah menjelang senja, Muslimah yang sebelumnya adalah seorang muallaf tersebut menjawab bahwa ia hanya ingin mengikuti Rasulullah SAW.

Di dalam surat Ali Imran ayat 31, Allah SWT berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. ‘ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ibu yang masih terlihat bugar di usia senjanya itu pun berkata bahwa ia ingin mengikuti Rasulullah Saw yang telah memberikan seluruh hidup dan daya upayanya hingga di ujung usia. Meski usianya tak muda lagi, ia ingin seperti Rasulullah yang terus mengabdi dan memperjuangkan kalimat Allah SWT hingga maut menjemput. Meski ia sadar bahwa ia tak pernah sebanding dengan keagungan  Rasulullah Saw tetapi ia bertekad, ingin terus berarti di usia senjanya untuk Islam.

TELADAN RASULULLAH SAW

Tetap berarti di usia senja, sungguh merupakan hal yang jarang terpikirkan oleh banyak orang. Banyak orang yang merasa bahwa usia senja, merupakan waktunya beristirahat. Menghentikan segala kesibukan yang dilakukan di usia muda dan menikmati hidup hingga ajal datang. Padahal Rasulullah SAW sama sekali tidak mencontohkan hal ini dalam kehidupannya. Manakala Beliau telah mulai menapaki hari tuanya, Rasulullah tetap tidak beristirahat kecuali dalam shalat. Beliau tetap memimpin perang dan Beliau tetap dalam kesibukan mengurus umatnya. Padahal, jika Rasulullah mau, para sahabat pasti akan berlomba untuk melayani kebutuhannya agar Beliau dapat menikmati hari tua.

Namun, Rasulullah memang tidak pernah mencontohkan hal tersebut dalam sejarah hidupnya. Walau Beliau adalah kakek yang begitu menyayangi cucu-cucunya, Beliau juga tidak pernah menggunakan keluarga sebagai alasan untuk menarik diri dari dunia dakwah dan jihad. Begitupun dengan istri-istri Beliau. Sebut saja Khadijah ra yang tetap bersemangat membantu perjuangan Rasulullah  –bahkan di hari-hari terakhir kehidupannya– ketika harus menghadapi pemboikotan kaum kafir Mekkah. Ia tetap berperan sebagai orang yang mengurus keperluan logistik kaum Muslimin yang terjepit boikot di Syi’ib Bani Muththalib.

Begitulah, Rasulullah Saw dan orang-orang beriman pendahulu kita. Mereka adalah orang-orang yang tetap bersemangat dan bersungguh-sungguh berjuang di jalan Allah SWT di usia tuanya. Mereka tetap berkejaran dengan waktu untuk mengumpulkan bekal menuju tempat peristirahatan yang sebenarnya. Mereka sepenuhnya yakin bahwa di dunia ini adalah tempat untuk sebanyak-banyaknya mengumpulkan bekal menuju surga. Tempat peristirahatan yang paling didamba dan tempat yang paling memuaskan untuk benar-benar beristirahat.

TETAP BUGAR DI USIA SENJA

Walau kita tak bisa memungkiri bahwa semakin lanjut usia seseorang maka stamina juga semakin menurun. Namun, sunnah Rasul-Nya untuk tetap berjihad dan berdakwah di usia senja ini, kini dibuktikan manfaatnya melalui penelitian yang pernah dilakukan oleh mahasiswa postdoctoral Universitas California, AS, Alexandra Fiocco dalam study yang bertajuk Health, Aging, and Body Composition. Fiocco bersama timnya menguji 2500 pria dan wanita70 dan 79 tahun yang tinggal di Memphis, Amerika. Kemampuan kognitif (kemampuan penalaran, logika, pembuktian empirik) responden dites dalam empat sesi yakni pada awal studi, tahun ketiga, tahun kelima, dan delapan tahun kemudian.

Seiring berjalannya waktu, kemampuan kognitif para responden memang berkurang. Sebanyak 53 persen mengalami penurunan kognitif minor dan lebih dari 16 persen responden mengalami penurunan kognitif mayor. Uniknya, 30 persen peserta study tidak mengalami penurunan bahkan skor mereka naik alias kemampuan kognitif mereka bertambah baik.
Ternyata, ke-30 persen responden tersebut adalah mereka yang tetap beraktivitas. Mereka sebagian besar adalah bekerja sebagai relawan dan bergabung dalam organisasi kemanusiaan. Mereka ditemukan lebih bugar dan memiliki daya ingat yang baik. Selain itu, mereka juga tetap aktif berolahraga dan selalu meningkatkan wawasan mereka. [Ummu Arina/voa-islam.com]

Aku Bangga menjadi Muslimah

Bangganya aku menjadi muslimah, karena Islam yang hadir sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaumku dan mengangkat derajatku dalam martabat yang manusiawi. Karena kemuliaan Islam yang sangat tinggi pula, maka aku dan kaumku terbebas dari penindasan seperti dijaman jahiliyah. Dijaman itu, dimana kelahiran para wanita selalu di anggap sebagai aib besar bagi keluarga terutama sang ayah. Karena itulah mereka tega mengubur kaumku hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina.

Bahagianya aku menjadi muslimah karena tak ada beda antara kami dan para laki- laki, dalam hal timbangan kemuliaan dan ketinggian martabat di sisi Allah subhanahu wata’ala. Karena kesemuanya itu hanyalah terbedakan atas nama takwa. Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam firman-Nya:

“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)

Kami tak perlu memaksakan diri menjadi laki- laki dan memasuki "kawasan" laki- laki hanya untuk dianggap lebih mulia, seperti yang di ajarkan oleh paham emansipasi barat. Kami para wanita memiliki tugas sendiri, dan jalan sendiri untuk meraih surga. Rasulullah Saw bersabda: “Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka.” (HR. Ahmad)

Bangganya aku menjadi muslimah, karena aku tidak terendahkan seperti hewan. Hal itu karena Perintah Robbku yang mengajarkan bahwa wanita haruslah menutup auratnya. Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).

Namun sebagai manusiawinya seorang wanita, kamipun menyukai berhias. Namun Islam mengajarkan agar kami hanya menjadi perhiasan bagi para suami kami, maka dari itu kamipun berhias diri di rumahnya  sendiri dan hanya untuk suami kami, bukan di  luar  rumah atau di tengah jalan untuk di obral kepada mata- mata jalang, para laki- laki tak beriman.

Tenangnya aku menjadi muslimah, karena Allah mengajarkan kepada para lelaki untuk juga senantiasa menghargai dan memperlakukan aku dan keluargaku dengan baik. Mereka para laki- laki yang Bahkan manusia termulia Rasulullah SAw bersabda "Sesungguhnya diantara kesempurnaan iman orang-orang Mukmin ialah mereka yang paling bagus akhlaknya dan bersikap lemah lembut terhadap keluarganya".

Umar r.a, sahabat Rasulullah SAW yang dikenal berwatak keras itu bahkan pernah berkata,  "Seyogyanya  sikap  suami  terhadap isterinya seperti anak kecil, tetapi apabila mencari apa yang ada disisinya  (keadaan  yang  sebenarnya)  maka dia adalah seorang laki-laki."

Bahagianya aku menjadi muslimah, karena keadilan bagi kamipun di jamin dalam islam, bahkan dalam urusan harta. Allah SWT memang menentukan bahwa bagian lelaki dari mendapatkan warisan adalah dua kali lipat dari warisan anak wanita, namun syariat ini selaras dengan garis kodrat lelaki yang berkewajiban untuk menafkahi dan memimpin kaum wanita. Dengan demikian, syariat ini adil dan aku sebagai wanita tak perlu merisaukan. Walaupun wanita mendapatkan bagian yang sedikit, namun para wanita seperti aku ini dapat menikmati seorang diri. Ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut ini,

“Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian lainnya (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa: 34)

Sungguh masih banyak kemuliaan islam yang mengangkat derajat aku dan kaumku sebagai wanita. Betapa hanya islam yang mengindahkanku dan memuliakanku menjadi wanita yang lebih mulia. Sungguh hanya islam yang bisa aku jadikan pedoman hidup terbaik, untuk aku wariskan kepada keturunanku, dan hanya dengan islam ketenangan dan kesejukan hidup menjadi seorang wanita itu terasa. Lalu bagaimana aku tak bangga menjadi muslimah?
(Syahidah/voa-islam.com)

Rehat Sejenak, Lembutkan Jiwa dengan Canda ala Nabi

Sesi istrirahat dalam kajian masih berlangsung. Beberapa orang Muslimah berjilbab terlihat tengah bersenda gurau, tawa mereka pecah beberapa kali. Sepertinya topik yang mereka bicarakan benar-benar lucu. Kegembiraan terlihat jelas di wajah mereka. Namun, sekonyong-konyong datanglah seorang ibu yang sepertinya lebih senior menghampiri beberapa Muslimah tadi, dengan wajah yang “agak seram” ia menghardik, “Hey, jangan bercanda melulu. Tertawa itu menghilangkan harga diri dan menyempitkan hati!” Kontan para Muslimah itupun terdiam.

Terlalu banyak tertawa dapat menghilangkan wibawa dan harga diri serta menyempitkan hati, memang salah satu isi surat Umar bin Abdul Aziz kepada Adi bin Arta’ah. Namun, kehidupan sebagai seorang Muslim yang taat berusaha menegakkan perintah-Nya pun bukan kehidupan yang mudah. Berbagai rintangan, ujian, kesulitan bahkan kegetiran seringkali datang dan melelahkan. Karena itu, setiap manusia pasti membutuhkan waktu untuk rehat. Sekadar melepas penat agar tubuh menjadi gesit kembali dan supaya jiwa tak menjadi goyah akibat beban yang terlalu berat.

Inilah perlunya senda gurau dan sejenak beristirahat. Rasulullah SAW pun mengajarkan kita untuk bersifat lemah lembut terhadap jiwa. Artinya, jangan memaksakan sesuatu yang terlampau berat hingga melewati batas kemampuan jiwa. Jiwa pun membutuhkan istirahat berupa suasana gembira. Di antara suasana gembira itulah yang diciptakan dengan senda gurau dan tawa.

Menebar Empati

Seandainya saja Ibu tersebut sejenak mau mengetahui  apa yang terjadi di balik senda gurau tersebut, tentulah ia akan menjadi orang yang lebih bijak dalam bersikap. Salah satu di antara Muslimah yang bercanda tadi adalah se orang reporter yang baru saja pulang setelah begadang di kantor mengejar deadline. Ia bahkan belum tidur sejak hari sebelumnya. Seorang lainnya adalah seorang Muslimah yang benar-benar sedang dirundung duka karena tak lagi mampu meneruskan kuliahnya akibat terbentur biaya. Dan kini, ia tengah cuti kuliah dan bekerja serabutan, demi bisa mengumpulkan kembali uang kuliah. Mereka, bersama beberapa orang lainnya, berkumpul bersama dalam acara tersebut agar bisa bertemu, berbagi cerita, dan sedikit melepas beban.

Alangkah lebih baik jika setiap Muslim dapat menyikapi masalah dengan kepekaan terhadap sesama dan tak cepat menyalahkan sesuatu yang mungkin “sedikit keluar dari yang sepantasnya”.  Agar jiwa tak menjadi kaku dan hati kemudian mengeras seolah batu. Karena memang Rasulullah SAW pun mengajarkan kepada kita untuk berempati dan bermuka manis pada saudara.  “Berusahalah untuk membuat gembira (orang atau kaum yang kalian datangi tersebut) dan jangan membuat mereka menghindar. Demikian juga berupayalah untuk mempermudah dan jangan mempersulit.”(HR. Ahmad)

Begitupun para sahabat selalu bermuka dan bertutur dengan senyum manakala menyampaikan sesuatu pada orang lain. Istri Abu Darda’ ra berkata, “Setiap kali Abu Darda’ menyampaikan sesuatu, maka ia selelu menyampaikan seraya tersenyum sehingga saya sampai berkata kepadanya, ‘Saya khawatir orang-orang nanti akan menganggapmu kurang waras.’ Akan tetapi, dia lalu menjawab, ‘Setiap kali Rasulullah SAW menyampaikan suatu perkataan maka beliau selalu tersenyum.’” (HR. Ahmad)

Oleh karena itu, biarkanlah saudara-saudara kita bahkan diri kita sendiri untuk sejenak beristirahat. Rehat. Dengan sedikit canda tawa dan gurauan yang menyegarkan jiwa. Namun, bercanda dan tertawa, harus tetap layaknya Rasulullah SAW yang tertawa tetapi tak pernah sampai terlihat anak lidahnya.

Sesuai dengan Tuntunan

Bercanda dalam keseimbangan – yang di dalamnya tak pernah menjerumuskan orang lain dalam kehinaan. Bercanda yang tak mendorong diri untuk berdusta, tidak merendahkan orang yang lebih tua, juga tidak dilakukan kepada orang yang memusuhi kita. Karena, canda kepada musuh, menurut para ahli hikmah hanya akan membuka celah kelemahan kita pada mereka.

Disinilah dituntut kemampuan diri kita untuk menjadi orang-orang yang tetap berlembut hati tetapi juga disiplin dalam menerapkan tuntunan Islam. Sehingga, kita dapat dengan bijak menimbang dan mengetahui kadar bersikap yang seharusnya. Karena itu, ketika Ibnu Umar ditanya, apakah sahabat Rasulullah SAW tertawa? Ibnu Umar, “Ya, mereka tertawa tetapi keimanan dalam hati mereka laksana gunung.” Juga berkata Bilal bin Sa’ad, “Merek a itu keras dalam mencapai tujuannya, tapi mereka satu sama lain tertawa dan datang waktu malam , mereka menjadi ahli ibadah.” 
 [Ummu Arina/voa-islam.com]

Cemburu yang Terlalaikan


 
Selayaknya seorang laki- laki, para suami selalu menginginkan keindahan, kecantikan dan keelokan fisik dan hati menjadi bagian dari diri sang istri. Hal ini dikarenakan para istri adalah ibarat simpanan terindah yang dimiliki oleh suami mereka. Maka tak heran, betapapun materi yang melimpah menghiasi dunia para laki- laki, namun absennya kehadiran seorang istri yang sholihah, akan dengan mudah membubarkan ketenangan dan kedamaian hidup mereka.

Namun apa yang terjadi kemudian adalah sangat disayangkan. Entah mengapa kebanyakan para suami telah kehilangan sifat cemburu mereka kepada para istri- istrinya. Mereka membiarkan sang istri yang katanya mereka kasihi untuk menampakkan keindahan yang dimiliki didepan khalayak ramai. Mereka juga banyak yang membiarkan istrinya menampakkan auratnya ketika keluar rumah, serta tidak menegur atau melarangnya berkumpul dan bercanda bebas dengan lelaki lain.

Entah kenapa dalam hati mereka justru terbit kebanggaan jika para istri mereka dapat tampil menarik di hadapan laki- laki lain, dan atau paling tidak berhasil meraih simpati dan lirikan dari lelaki lain. Bukankah laki- laki itu juga akan menikmati kecantikan istri mereka?. Padahal seorang wanita di mata islam adalah makhluk yang sangat mulia, sehingga keindahan dan keelokkannya hanya diperuntukkan bagi suaminya saja, tidak di obral bebas untuk siapa saja.

Sudahkah sampaikah kepada mereka tentang ancaman Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam, terhadap lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga (istri)nya. Beliau bersabda,

“Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat; seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan ad-dayyuts.” (HR An Nasa’i)
Dan yang dimaksud dengan ad-dayyuts disini adalah laki-laki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarganya.

Sungguh, seorang suami seharusnya adalah menjadi pendidik serta pelindung kehormatan para istri mereka. Dan dalam lemahnya akal dan fisik wanita, sang suami seharusnya adalah menjadi alarm yang senantiasa bisa mengingatkan istri-istri mereka untuk selalu kembali mengingat Allah dan takut kepada Allah.

Dan seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istri, juga seharusnya tidak akan membiarkan istrinya berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahram. Seperti sabda Rasulullah SAW, bahwa,
“Ditusuknya kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi lebih baik daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.”

Namun setan memang selalu tidak akan tinggal diam. Bahkan untuk aturan yang telah disabdakan nabi muhammad tersebut, setan menancapkan pikiran kemodernan dan konsep berlebih- lebihan, dan mungkin rasa tidak mau tahu di dalam pikiran banyak suami. Namun, bisakah para suami tersebut menjawab, siapakah yang lebih benar perkataannya dibandingkan dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam?

(Syahidah/voa-islam.com)

Sebuah Taubat Yang Sempurna

 

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di dalam masjid bersama para sahabat. Tiba-tiba datanglah seorang wanita yang kemudian masuk ke dalam masjid. Dengan ketakutan, wanita tersebut mengaku kepada Rasulullah bahwa dia telah berzina. Mendengar hal itu, memerahlah wajah Rasulullah SAW seperti hampir meneteskan darah. Kemudian beliau bersabda kepadanya, “Pergilah, hingga engkau melahirkan anakmu.”

Sembilan bulan berlalu, wanita itu akhirnya melahirkan. Dihari pertama nifasnya, dia datang kembali membawa anaknya, dan berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, sucikanlah aku dari dosa zina"

Rasulullah melihat kepada anak wanita tersebut, dan bersabda: “Pulanglah, susuilah dia, maka jika engkau telah menyapihnya, kembalilah kepadaku.”

Dengan sedih, wanita itu akhirnya kembali lagi kerumahnya.

Tiga tahun lebih berlalu, namun si wanita tetap tidak berubah pikiran. Dia datang kembali kepada Rasulullah untuk bertaubat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah menyapihnya, maka sucikanlah aku!”

Rasulullah SAW bersabda kembali kepada semua yang hadir disana, “Siapa yang mengurusi anak ini, maka dia adalah temanku di surga".

Sesaat kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam. Setelah wanita tersebut meninggal, beliaupun menshalatinya.

Melihat hal tersebut, umar Bin Khatab merasa sangat heran sekali. Beliau berkata: “Engkau menshalatinya wahai Nabi Allah, sungguh dia telah berzina!.”

Rasulullah kembali bersabda: “Sungguh dia telah bertaubat dengan satu taubat, yang seandainya taubatnya itu dibagikan kepada 70 orang dari penduduk Madinah, maka taubat itu akan mencukupinya. Apakah engkau mendapati sebuah taubat yang lebih utama dari pengorbanan dirinya untuk Allah ?” (HR. Ahmad)

Saudariku, tidak ada manusia yang tidak berdosa. Namun belajar dari kesalahan dan keteguhan hati wanita itu untuk bertaubat, maka yang terpenting adalah bagaimana kita memperbaiki kesalahan kita dengan sebuah action nyata, tanpa harus berhenti hanya sekedar pada rasa menyesal saja.

Manusia memanglah tempatnya salah dan lupa. Namun Allah SWT tetap tiada henti menjadi yang Maha Pengasih dan Pemaaf.

Dan di bulan mulia ini, adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki diri dan selalu mendekatkan diri dengan Allah SWT, agar kita bisa melepaskan diri dari semua kekotoran dosa- dosa kita. Saatnya melakukan yang terbaik, karena kita bahkan tidak bisa menjamin bahkan untuk diri kita sendiri, kalau esok hari kita masih bisa mendapatkan kesempatan hidup seperti hari ini. Semoga Allah selalu mengampuni dosa- dosa kita.
(Syahidah/voa-islam.com)

Mau Dapat Suami Shalih? Hindari Busana Seksi!!


 

By: Yulianna PS
Penulis Novel Perjuangan Meminang Bidadari
Berbusana seksi ditempat umum, telah menjadi bagian dari gaya hidup wanita zaman sekarang. Berbagai motif menjadi alasan wanita golongan penjaja aurat. Ada yang berkesimpulan bahwa berbusana seksi ditempat umum merupakan kebanggaan, ada yang beralasan mengikuti tren, ada juga yang beranggapan bahwa berbusana seksi merupakan cara ampuh untuk memikat calon pasangan.
Penulis merasa prihatin dengan stigma sesat seperti ini, bahwa busana seksi adalah jurus jitu untuk mendekatkan jodoh, atau memikat calon suami ideal. Sungguh dangkal wanita yang menilai tubuh seksi sebagai aset mahal untuk memikat laki-laki. Dari kebanyakan fakta yang ada, busana seksi hanya dapat memikat kaum Adam berhidung belang, atau minimal lelaki ‘Kurim’ atau kurang iman. Salah besar jika beranggapan jodoh ideal atau berakhlak baik akan datang jika wanita rajin pamer aurat di jalanan.
...Busana seksi hanya memikat pria kurang iman dan berhidung belang...
Contoh sederhana yang sering ditemui dalam kehidupan masyarakat dari perilaku busana seksi adalah pelecehan demi pelecehan yang harus rela ditanggung oleh wanita. Wanita dikatakan baik dan dapat dijadikan harapan menjadi istri shalihah dan ibu yang baik bagi seorang anak apabila ia mempunyai sifat malu. Jika malu sudah tidak lagi menjadi karakternya, dalam artian ia rajin pamer aurat, maka bisa dipastikan bahwa ia wanita yang dangkal pemahaman agamanya, dan sedikit sekali pengertiannya terhadap tanggung  jawab pada akhirat.
...ketakwaan dan pakaian syar’i memudahkan Muslimah mendapat pasangan shalih terbaik...
Sekali lagi, salah besar jika berpikir bahwa busana seksi adalah alat yang jitu untuk menarik calon suami yang baik. Jika ingin suami yang baik, wanita sangat urgen untuk memperbaiki kualitas dirinya, mempertebal keimanan, memperkuat kewajibannya sebagai muslimah, menjaga akhlak dan menjaga hijabnya, atau menutup auratnya. Jadikan ketakwaan dan pakaian syar’i untuk menambah matangnya kepribadian, dengan cara seperti ini, Allah akan memudahkanmu mendapat pasangan shalih terbaik menurut-Nya.
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)…’’ (Qs An-Nur 26). [voa-islam.com]

Saudariku, Beginilah Cara Mereka Menghancurkan Kita

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Begitulah Allah memperingatkan kepada kita di dalam Al Quran, bahwa musuh- musuh Allah akan bertindak menghancurkan kita lewat sekecil- kecilnya celah. 
Mereka membius kita para muslimah untuk merusak aqidah. Kenapa mereka sangat memprioritaskan wanita? karena wanita akan menjadi ibu dan seorang istri, ratu di rumah suaminya.
Ketika wanita sudah terfitnah dan tergoda oleh godaan dan suguhan mereka, maka wanita itu juga akan mendidikkan dan mewariskan hal tersebut kepada generasi mereka selanjutnya.

Mungkin sudah sangat jelas untuk kita bahwa islam memberikan sejumlah penghormatan kepada wanita, dalam bentuk aturan yang baku. Namun masih banyak dari kita yang tidak mengerti, belum mengerti atau malah tidak mau mengerti dengan sejumlah alasan yang kita buat sendiri.

Padahal telah sangat jelas bahwa mereka menayangkan sejumlah godaan dalam bentuk "hiburan" yang dikemas menarik.
Sayang hiburan yang satu ini, bukannya menyenangkan hati, malah justru mengancam kesucian kehormatan saudara kita yang lain. Ya, lewat berbagai acara gosip mereka kembali memutar balikkan pikiran kita.
Sayang sekali, akhirnya banyak dari kita yang menganggap semua itu adalah biasa. Maka jadilah, para wanita banyak yang berubah menjadi tukang gosip, dan penghasut modern.

Mereka juga menawarkan model- model busana yang dikemas dengan kata "seksi". Sebuah kata yang kesannya mengangkat derajat wanita sehingga pantas menerima pujian. Padahal semua hanya dalih untuk menelanjangi wanita itu sendiri, dengan cara yang samarkan dibalik nama keindahan.

Atas nama seni, tak jarang pula mereka mengeksploitasi para wanita sehingga menjadi jelmaan dari Siti Zulaikha yang menggoda nabi Yusuf.
Mereka begitu pandai membuat si wanita lupa menjaga kesucian dirinya, dan memutar balikkan hati untuk menjadi bahagia karena iming- iming harta dan ketenaran yang akan didapat.
Begitulah, nilai- nilai materialistis sekaligus juga mereka ajarkan kuat- kuat agar para wanita mencintai dunia dan melupakan kewajiban serta kodratnya.

Tak lupa mereka menggaungkan kebebasan dan tuntutan persamaan dengan kaum adam, sehingga banyak dari wanita berani bertindak sewenang- wenang, bahkan menentang suami mereka, di rumah mereka sendiri.
Jika sudah begitu, keharmonisan keluarga juga ikut terenggut, dan anak- anakpun menjadi tidak damai dan bahagia.

Sungguh, yang mereka tampilkan memang manis, yang ditampakkkannya memang indah, namun semua itu hanyalah kamuflase untuk menutupi semua kebusukan di dalamnya.
Saudariku, sudah saatnya kita sadar, bangun dan melepaskan diri dari angan- angan yang mereka jejalkan dalam pola pikir kita tersebut.

(Syahidah/voa-islam.com)

"Aku, Produk Ayah Dan Ibuku"







Aku adalah seorang anak, dan akulah plagiat sejati
Dari apapun yang dicontohkan orang tuaku.
Memori yang aku rekam, aku dengar dan aku saksikan tidak akan dengan mudah terhapus.
Dan inilah aku kini...
Produk didikan orang tuaku dulu, dan yang akan aku wariskan kepada anak cucuku nanti.

Aku adalah pribadi yang keras.
Karena aku belajar dari orang tuaku yang tak pernah mau mengalah.
Atau paling tidak memberi sedikit ruang untuk sebuah pengertian.
Yang aku dengar hanya celaan dan bentakan.
Saat keinginan mereka tidak terpenuhi.
Bagiku, tak ada itu istilah mengabdi.
Yang ada bahwa aku haruslah selalu yang terlayani.
Aku kini menjadi pemarah. Aku belajar dari ayah dan ibuku yang pemarah.
Suara mereka lantang saat marah, berharap bisa mengalahkan orang yang mereka benci.
Akupun akhirnya tahu kalau teriakan adalah pelampiasan yang paling bagus saat kita emosi.
Saat mereka marah, mereka memaki. Lalu akupun tahu bahwa ketika marah kita harus memaki.
Tak perduli sopan atau tidak, tapi itulah yang aku ketahui.

Aku kini seorang penakut.
Aku belajar dari ayah ibuku yang selalu ragu dan berkecil hati.
Aku takut mengambil resiko, karena yang aku tahu resiko itu dapat membunuhku.
Akupun jadi pribadi peragu, karena aku tak pernah tahu bagaimana harus mengambil keputusan.
Yang aku mengerti selama ini aku hidup dalam perintah orang tuaku tentang boleh dan tidaknya yang aku lakukan.
Kini aku telah tumbuh dewasa.

Dan, aku juga orang yang ambisius.
Aku terbiasa melihat orang tuaku menghalalkan segala cara demi mendapat yang mereka mau.
Mereka bilang akupun harus begitu.
Jika aku tak mau "memakan",
maka akulah yang akan "dimakan".
Kata mereka itu sama sekali bukan sebuah kesalahan.

Akupun jadi seorang pemaksa.
Aku belajar dari orang tuaku yang selalu memaksakan apapun keinginan Mereka kepadaku.
Mereka selalu bilang, "aku harus selalu menurut".
Bahkan dalam hal yang aku tak suka.
Tak ada komunikasi di rumah kami.
Yang ada, keputusan ayah dan ibu adalah yang paling mutlak yang harus dipatuhi.

Aku adalah pribadi yang sangat tak percaya diri.
Dalam rumah kami, sama sekali tak ada pujian.
Yang ada adalah selalu hadirnya berbagai kesalahan.
Terhadap apapun yang aku lakukan.
Dan baik dan burukku tetap harus selalu jadi gunjingan.
Aku bahkan sampai tak tahu apakah iya aku masih punya kelebihan?

Aku sangat mudah berpikir negatif, selalu dan selalu.
Karena aku belajar dari orang tua yang mudah mengumbar keluhan.
Gampang atau susah, mereka selalu mengeluhkan keadaan.
Dan kini, inilah aku yang tidak bisa mengambil poin positif terhadap apapun yang datang kepadaku.

Orang juga bilang kalau aku egois.
Karena aku tak pernah belajar untuk berbagi.
Setahu aku, milikku hanyalah milikku.
Dan orang lain harus berjuang sendiri.
Ketika mereka ingin juga memiliki hal itu.
Begitulah yang aku pelajari dari orang tuaku.

Kini, aku telah dewasa.
Telah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Tapi aku tetaplah seorang anak, dan akulah plagiat sejati.
Dari apapun yang dicontohkan orang tuaku.
Memori yang aku rekam, aku dengar dan aku saksikan tidak akan dengan mudah terhapus.
Dan kini... inilah aku,
Produk didikan orang tuaku dulu, dan yang akan aku wariskan kepada anak cucuku nanti.
(Syahidah/voa-islam.com)

Sampaikanlah Kepada Wanita ...

 

Sampaikanlah kepada Wanita...

Kecantikannya dapat menyalakan dunia ini. Dia ibarat sepotong surga yang menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Namun jika kecantikan ini terserak, maka akan menjadi hidangan yang ternikmat bagi nafsu jalang manusia. Kecantikan itu yang akan membawanya menduduki level yang pantas baginya, entah yang paling terhormat, ataupun yang paling terhina.

Sampaikanlah kepada Wanita...

Godaan dan rayuannya, dapat melayangkan dan melenakan siapapun menuju sebuah dunia yang tidak lagi dikenali manusia. Adakah di dunia ini racun yang lebih hebat selain yang timbul dari fitnah seorang wanita? Atau adakah madu yang lebih manis selain yang hadir dalam keindahan wanita?

Sampaikanlah kepada Wanita...

keteduhannya dapat menenangkan dalam dahsyatnya hati yang bergolak. Dia adalah cerminan dari sebuah kebijaksanaan, yang bahkan lebih dalam dari pada kewibawaan seorang laki- laki.
Keteduhan itu bisa hadir dari kesabarannya. Jika wanita bisa bersabar menghadapi dirinya sendiri dan semua cobaan yang datang kepadanya, maka dunia ini akan tetap baik- baik saja.

Keteduhan itu bisa hadir dalam lisannya. Lisan mereka adalah ibarat pisau bermata dua, dia bisa jadi penegak atau penghancur suaminya. Semua tergantung kepada pilihan yang berakar dari kebijakan hatinya sendiri.

Keteduhan juga dapat hadir dalam semangatnya. Semangat wanita adalah penguat. Walaupun dengan kelemahan fisik, namun keteguhan jiwa wanita dapat mengubah dunia dari kegelapan menjadi penuh cahaya, meleburkan keputusasaan menjadi niat yang tangguh, bahkan mampu untuk memindahkan gunung sekalipun.

Keteduhan juga hadir pula dalam kelembutannya. Lembutnya wanita adalah refleksi dari keagungan dan kasih sayang Allah, yang muncul di dunia. Ya, dimana lagi tempat berteduh yang lebih hangat di dunia ini, selain dalam dekapan ibu?

Keteduhan itu hadir dalam ketaatannya. Taatnya dia kepada Allah, mengantarkannya menuju tempat yang indah, namun akan sangat masih asing bagi mata manusia, yaitu surga. Taatnya kepada sang suami akan menjauhkan cacat harga diri seorang laki- laki, dan menjadikan wanita sebuah simpanan yang terbaik, bahkan dari yang pernah ada.

Sampaikanlah kepada wanita...

Namun, dia bisa saja menjadi pemusnah kebahagiaan yang tidak akan lekang oleh waktu.

Kesedihan itu akan hadir dalam setiap tuntutannya yang jauh dari kata pantas. Dunia akan diliputi oleh rasa repot jika seorang wanita sudah tidak mengerti arti sebuah rasa syukur atas dunia.

Kehancuran itu hadir dalam pembangkangannya. Jika seorang wanita telah menjadi budak dari nafsunya sendiri, dan merasa pantas untuk menjadi yang paling berakal dari yang lainnya, maka lihatlah bahwa sebenarnya perasaan yang sudah meliputi dirinya tersebut, akan mengombang- ambingkan dalam sebuah ukuran yang tidak pasti dan berakhir dalam kebingungannya sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, keindahan itu adalah tentang hati, jiwa dan pikirannya yang selalu dekat hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dia adalah indah, bahkan terlalu indah untuk mereka sia- siakan sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dirinya lah sendiri, penyambung ataupun pemutus semua keindahan itu.
(Syahidah/voa-islam.com)

Saat Nanti Kita Menjadi Ibu

Saat nanti kita menjadi ibu, berkasih sayanglah kepada anak-anak kita seperti diteladankan oleh Ummu Hani' binti Abu Thalib.  Beliau begitu mengerti tentang agungnya hak seorang suami, sekaligus hak anak-anaknya. Maka ketika beliau telah berpisah dari suaminya karena keimanan, dan kemudian Rasulullah SAW meminangnya, namun dengan halus Ummu Hani menolak. Beliau berkata, “Sesungguhnya aku ini seorang ibu dari anak-anak yang membutuhkan perhatian yang menyita banyak waktu. Sementara aku mengetahui betapa besar hak suami. Aku khawatir tidak akan mampu untuk menunaikan hak-hak suami.” Mendengar hal itu, Rasulullah SAW pun akhirnya mengurungkan niatnya. Beliau mengatakan, “Sebaik-baik wanita penunggang unta adalah wanita Quraisy, sangat penyayang terhadap anak-anaknya.” Subhanallah, sang ibu rela berkorban, bahkan untuk tidak menjadi Ummul Mu'minin sekalipun demi memelihara anak-anaknya.

Saat nanti kita menjadi ibu, semoga Al-Khansa binti 'Amru bisa menjadi contoh teladan bagi kita. Seorang ibu yang ikhlas karena Allah menguatkan hati anak- anaknya untuk tetap teguh di jalan tauhid. Beliau bahkan bergembira saat harus kehilangan keempat putranya karena syahid. Semangatnya sebagai seorang ibu, menjadi penguat jiwa anak- anaknya untuk membela agama Allah. Keteguhannya dalam iman, mengalahkan perasaan kewanitaannya yang secara manusiawi sangat ingin selalu bersama anak- anaknya. Namun begitulah, bukan dunia yang beliau harapkan, tapi kampung akheratlah yang menjadi tujuan.  

Saat nanti kita menjadi ibu, milikilah iman dan jiwa seperti Asma’ binti Abu Bakar. Kalimat mulia yang diucapkan untuk anak- anaknya, bahkan terkenang abadi sampai sekarang, “Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),”. Kalimat itulah yang menghidupkan semangat sang anak tercinta Ibnu Zubair, untuk mempertahankan keimanan dan kemuliaan Islam, sampai akhirnya syahid pun di raihnya.

Saat nanti kita menjadi ibu, ucapkanlah untaian doa- doa mulia untuk anak- anak kita seperti yang dilakukan oleh Ummu Habibah. Beliau tiada henti selalu berdoa kepada Allah demi kemuliaan anak- anaknya. Sampai akhirnya sang anak berusia 14 tahun, dan mengutarakan niatnya untuk mencari ilmu, beliau memanjatkan berdoa, “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”. Subhanallah, Allahpun mendengar pengharapan mulia dari ketulusan doa seorang ibu. Allah SWT kemudian memuliakan sang putra dengan ketinggian ilmu serta kebesaran namanya yang akan dikenang sepanjang sejarah. Putra beliau tersebut adalah Imam Syafi'i.

Saat nanti kita menjadi ibu, maka pastikan bahwa kita bersyukur dan sangat berbahagia dengan kehadiran putra kita, seperti Ummu Abdi binti Abdi Wud. Beliau begitu bangga dengan sang putra yang memasuki usia remaja, Abdullah bin Masâ'ud, yang memperlihatkan memar di wajahnya karena berani membacakan beberapa ayat dari surat Ar Rahman di hadapan para pembesar Quraysy yang sangat membenci ajaran Rasulullah SAW. Beliaupun juga dengan rela membuka hatinya untuk berislam, dan menanggalkan kepercayaan jahiliyahnya. Bahkan setelah itu, beliau beristiqomah dalam islam dan tak henti- hentinya bersyukur karena sang anak telah membelanya di kehidupan dunia dan menyelamatkan kehidupannya kelak di akhirat.

(Syahidah/voa-islam.com)

Belajar Membahagiakan Suami

 

Setiap istri pastilah menghendaki kebahagiaan dalam rumah tangganya. Maka dari itu, timbullah sebuah kewajiban bagi mereka, yaitu tidak hanya melulu menuntut dibahagiakan, tapi juga harus mengerti dan mau belajar tentang bagaimana cara membahagiakan. Hal ini karena sebuah rumah tangga adalah tentang kerjasama serta saling memberi dan menerima.

Menjadi sebaik- baik perhiasan bagi suami


Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang sholihah. Beliau menjawab: Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang ia menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri serta harta suami (manakala suaminya tidak ada)” (HR. Nasa`i)

Subhanallah, disinilah istimewanya wanita ketika menjadi seorang istri. Dia kelihatan indah dan terlihat cantik, justru ketika dia tidak menjadi pemberontak yang kasar atau pembangkang yang keras, melainkan yang pandai belajar untuk selalu menata hatinya demi sebuah ketaatan.
Wanita akan indah jika dia belajar perduli dengan keadaan diri dan sikapnya untuk dipersembahkan keindahan itu kepada suaminya. Wanita akan terlihat menawan, justru ketika dia tidak berkhianat, dan belajar menjadikan dirinya pengabdi yang tulus dan pribadi yang pandai memegang amanah.

Menjadi pengantin baru

Ketika telah memasuki kehidupan rumah tangga mungkin susah bagi para istri untuk lebih kreatif lagi dalam me-refresh suasana pernikahan karena padatnya kegiatan monoton yang mengisi hari- harinya.
Untuk mengatasi hal tersebut, bukan hal mutlak bagi para istri untuk jauh- jauh berwisata, atau ribet dengan serangkaian acara liburan. Karena kedamaian itu sebenarnya letaknya di hati, dan jika kita berada dekat dengan Allah Subhanahu wata'ala saja.
Istana wanita itu adalah di rumah suaminya, serta komunikasi adalah kunci terbaik penyubur kuatnya hubungan hati suami istri. Jadi walaupun hanya didalam rumah, sebenarnya para istri bisa kembali menumbuhkan kehangatan untuk selalu istiqomah dalam menyenangkan suami. Salah satunya adalah dengan selalu mengingat saat-saat menjadi pengantin baru dulu.

Ingatlah ketika saat-saat itu, banyak cinta kasih yang ingin dibagi dengan suami, ingatlah juga betapa bersemangatnya hati dan inginnya diri untuk selalu tampil menjadi yang terbaik dan paling membahagiakan sang suami.
Ingatlah betapa saat awal- awal menikah, semua terasa sangat indah, bahkan banyak kemakluman dihadirkan dalam menanggapi kekurangan suami. Ingatlah bahwa pernikahan itu dulu diawali dengan sebuah niat yang suci, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah. InshaAllah dengan begitu hati akan lebih tenang dalam menghadapi perubahan dan kenyataan yang ada sekarang.

Melayani itu bukan pelayan

Melayani juga bukan berarti menjadi pribadi nomor dua yang harus selalu berada tunduk patuh dalam perintah sang nomor satu. Dengan melayani justru menjadikan kita pribadi yang dibutuhkan, kehadiran kita menjadi hal yang sangat ditunggu- tunggu karena menjadi penopang wajib dari yang dilayani. Itulah makna sebenarnya dari kata disayang atau dicintai. Lalu siapakah para istri yang tidak mendambakan menjadi makhluk yang paling disayang dan paling dicintai oleh suaminya?

Indahnya ikhlas.

Sungguh, bukan sesuatu yang mudah mendidik diri kita untuk selalu menjadi pribadi pengabdi. Perlu kesadaran yang prima terutama dalam mengalahkan ego sebagai wanita. Serta satu hal lagi, betapapun besarnya kesulitan itu, tapi semua akan bisa di raih jika para istri benar- benar mau belajar mengikhlaskan pengabdiannya kepada suami hanya karena Allah saja.
Karena hanya hati yang ikhlas lah yang mudah untuk bahagia dan insyaAllah akan selalu membahagiakan. Hanya hati yang ikhlas jugalah, yang bisa berlogika bahwa tidak masalah bagaimana timbal balik yang akan diterimanya dari sang suami, yang penting ridho Allah bersamanya. Itu saja sudah lebih dari cukup.

Mulianya sabar
Bahkan batupun bisa berlubang jika terus- menerus. Seperti itulah kiasan dari sebuah sifat sabar. Bagaimanapun keras dan susahnya menghadapi suami, namun jika para istri bersikukuh untuk bersabar, maka kebahagiaan hanyalah masalah waktu.
Karena sabar adalah ibarat mata uang yang berlaku dimana saja, yang mampu membeli kebahagiaan betapapun mahalnya harga kebahagiaan tersebut. Dengan sabar, kebahagiaan InshaAllah akan menjadi bagian dari sebuah rumah tangga.

Belajar dan berproses

Jika dari awal kita merasa tidak memiliki bakat untuk menjadi seorang pengabdi atau seseorang yang berhati lembut untuk bisa memahami suami, maka tanamkan dalam diri bahwa tidak memiliki bakat bukan berarti tidak bisa menjadi orang yang berbakat.
Semua hal insyaAllah bisa dipelajari, jika kita benar- benar mau belajar. Kekurangan yang menjadi hal mutlak yang dimiliki manusia, pastilah bisa di rubah, jika kita memang benar- benar serius untuk berubah.
Jangan kawatir, semua hal yang baik memanglah membutuhkan proses, yang terpenting adalah kita benar- benar serius untuk berproses. menjadi lebih baik, tentunya.


(Syahidah/voa-islam.com) 

Karena Hal Inilah Kau Terpilih

 

Wanita memang identik dengan keindahan. Dari ujung rambut sampai kaki, semua menyimpan pesona. Namun mengapa sekarang ini banyak fenomena, dimana wanita banyak yang belum menemukan jodohnya?. Padahal mereka tidak cacat dalam raga, mereka juga banyak yang memiliki harta. Selain itu, mereka juga pendidikan dan berstatus sosial tinggi.
Ketika akan menikah, seorang laki- laki memanglah pasti memiliki syarat bagi calon pendamping hidupnya. Dan ternyata, hal dunia tidak selalunya menjadi prioritas mereka yang utama, dalam mereka memilih wanita. Untuk menikah, tak hanya melulu soal kecantikan, dan keindahan raga. Akhlak yang baik, ilmu yang mumpuni serta kecerdasan adalah salah satu dari banyak hal lain yang mutlak diperlukan untuk pemenuhan syarat menikah.

Shalihah adalah keharusan
Jika pada kenyataannya, sang suami memilih seorang wanita hanya karena pesona kecantikannya saja, maka bom waktu bagi rumah tangga tersebut pastilah sudah terpasang dan kehancurannya hanyalah masalah waktu.

Begitu pula ketika hanya kepandaian yang menjadi satu- satunya tolak ukur terpilihnya wanita untuk menjadi istri. Kerepotan pastilah datang karena kepandaian itu akan menjadi bumerang bagi sang suami yang akan menemukan istrinya sangat pandai dalam menjadi pembangkang.

Sama halnya ketika harta yang dijadikannya patokan bagi terpilihnya wanita. Kepemilikan harta yang tanpa bimbingan agama sering tidak membawa manfaat, bahkan sebaliknya menjadi bencana.

Atau jika status sosial saja yang menjadi sebab terpilihnya seorang wanita, yang tanpa dibarengi kualitas ilmu agama yang baik. Saksikanlah bahwa sifat angkuh lah yang akan meliputi rumah tangga tersebut.

Maka tak heran jika laki- laki di dunia ini yang berharap kedamaian, ketenangan dan terlayani serta di hargai dalam kehidupan pernikahan mereka, hanya memilih wanita yang sholihah sebagai pendamping hidup mereka. Maka bagi wanita yang ingin dirinya terpilih, tidak ada kata lain bagi mereka kecuali memilih untuk menjadi wanita sholihah.

Dengan kata lain, pemenuhan kriteria sholihah bukan sebuah pilihan yang harus dipilih, melainkan keharusan yang harus dimiliki setiap wanita. Karena jika satu hal ini hilang, maka hilanglah segala keindahan wanita tersebut.

Ketika seorang suami memiliki istri yang shalihah, bahkan yang tanpa memiliki kecantikan, kekayaan, dan status sosialpun, maka dia akan tetap menjumpai keindahan yang mendatangkan kebaikan dalam diri istrinya tersebut. Lebih-lebih bila disertai oleh satu atau lebih sifat yang empat itu, tentu akan lebih bahagialah rumah tangga tersebut.

Wanita sholihah, WANITA PILIHAN
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi tuntunan dalam memilih wanita yang akan dijadikan sebagai istri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan beberapa sifat seorang wanita salihah,

    “Apakah kalian mau saya beritahu tentang simpanan seseorang yang yang paling berharga? Yaitu wanita salihah yang (suaminya) menjadi bahagia bila memandangnya, bila diperintah segera dipenuhi, dan bila suaminya tidak ada dia menjaga kehormatannya.” (HR.Ahmad)

Dari sabda beliau tersebut, maka kita tahu bahwa inilah yang akan menjadikan seorang wanita sebagai pilihan, perhiasan yang paling berharga,
1. Indah Dipandang
Setiap wanita terlahir cantik. Dan kecantikan itu akan sangat membahagiakan jika wanita dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya itu untuk membuat suami mereka betah memandangnya. Hal ini akan semakin bertambah jika dibarengi dengan sikap dan tutur kata yang manis serta murah senyum.

2. Taat
Suami akan merasa sangat berharga ketika perintah dan kemauan mereka ditaati. Maka disinilah kesempatan bagi para istri yang ingin menjadi perhiasan berharga bagi suaminya,yaitu mentaati segala apa yang suami inginkan, selama perintah tersebut tidak menyelisihi aturan Allah. Tapi bagaimana jika perintah tersebut tidak berkenan di hati sang istri?. Seorang wanita sholihah pastilah mengerti bagaimana menyiasati keadaan tersebut agar sang suami tidak merasa tersinggung, namun keluhan mereka juga tersampaikan. dicarinya waktu yang tepat dan cara yang paling santun untuk meyakinkan suami agar mengurungkan perintahnya, tanpa dibarengi pembangkangan, bantahan,atau bahkan pertengkaran. Karena kedamaian dan ketenangan suami, selalu menjadi hal yang dipentingkan dalam pikiran para istri yang sholihah.

3. Terjaga dan menjaga
Wanita salihah adalah yang selalu mengajak suaminya pada kebaikan agama dan dunianya, dan bukan malah memberatkannya. Termasuk juga membebani pikiran sang suami dengan kekhawatiran akan harta dan kehormatan sang istri, ketika sedang jauh darinya. Seorang wanita sholihah adalah dia yang senantiasa menjaga dan terjaga dalam diri dan harta suaminya, sehingga suami menemukan kepercayaan dalam rumah tangganya, dan merasakan kenyamanan hati bahkan ketika beliau harus jauh dari rumahnya.

Dan untuk kesemua itu, Allah telah memberikan contoh nyata kepada para wanita untuk selalu diteladani, yaitu lewat diri Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha, Istri pertama Rasulullah SAW. Maka akankah setiap kita mewarisi sifat dan perilaku beliau? jika ya, maka karena hal itulah kita pantas dipilih!

(Syahidah/voa-islam.com)